Film dokumenter "Jagal" atau lebih dikenal melalui judul internasional "The Act of Killing" masih mempesona banyak penonton sedunia. Kali ini giliran warga Jerman yang terpukau atas kisah nyata pembantaian warga terduga Komunis oleh pegiat Pemuda Pancasila di Medan, Sumatera Utara selepas kudeta 1965 itu.
Buah karya sutradara kelahiran Amerika Serikat Joshua Oppenheimer itu menjadi pembuka Festival Film Berlinale pekan lalu. Dibanding versi yang beredar pertama kali pada 2012, film yang diputar di Jerman ini memiliki durasi lebih panjang dengan beberapa adegan yang sebelumnya tidak dimasukkan.
Kepada jurnalis di Jerman, Oppenheimer mengaku membuat film ini tanpa tujuan menjelek-jelekkan Indonesia. Lebih jauh, dia mengklaim karyanya berhasil membuka dialog yang selama ini jarang mengemuka soal bagaimana rakyat Indonesia harus menghadapi trauma sosial bernama pembantaian kelompok komunis 48 tahun lalu.
"Film saya membuka gelombang wacana baru soal (pembantaian komunis) dam buktinya, sampai Desember lalu karya saya itu telah diputar 270 kali di 91 kota seluruh Indonesia dan menghasilkan 500 artikel yang membahasnya," ujarnya saat diwawancarai Deutsche Welle, Jumat (15/2).
Namun Joshua mengakui akibat membuat "The Act of Killing" dia terancam tidak bisa lagi mengunjungi Indonesia yang dia kagumi. Pasalnya, dalam dokumenternya disebut blak-blakan beberapa identitas petinggi organisasi massa di Sumatera Utara.
"Walau saya tidak bisa kembali membuat film di sana, Indonesia adalah negara luar biasa, saya mencintai Indonesia, dan faktanya film saya adalah surat cinta untuk negara itu," tegasnya.
Oppenheimer berharap pemerintah Indonesia segera menjalankan rekomendasi Komnas HAM yang meminta ada komisi rekonsiliasi nasional untuk pelanggaran hak asasi pada periode 1965. Diperkirakan lebih dari satu juta warga yang dianggap simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) terbantai. Sampai sekarang, para pelakunya yang menurut banyak sumber dikomandoi tentara, masih belum tersentuh hukum.
Selama menggarap "Jagal", Oppenheimer bekerja sama dengan sejumlah pihak di Indonesia, termasuk seorang sutradara muda, namun identitas mereka disembunyikan. Total ada tiga sutradara yang menggarap film ini, selain Oppenheimer dan Christine Cynn.
Sutradara ini mengaku mantan mahasiswa ikut demonstrasi anti-Soeharto pada 1998. "Saya harus tetap menyembunyikan identitas saya karena kondisi politik Indonesia saat ini masih terlalu berbahaya jika saya membuka diri," ujarnya.
Oppenheimer berhasil meminta Anwar Congo, seorang petinggi ormas di Medan, membuat sendiri film tentang pengalaman masa muda dulu membantai warga komunis. Cerita kelam Anwar pertama kali menjumpai penonton dunia September tahun lalu di Festival Film Toronto, Kanada.
Kata Kata Puisi Cinta
Cerpen Persahabatan Indah
Kumpulan Cerita Lucu
