PON Riau 2012 ternyata tidak hanya bermasalah dalam penyiapan
fasilitas arena dan akomodasi atletnya. Aturan permainan di luar
gelanggang juga banyak ditabrak. Uniknya, pelaku pelanggaran aturan itu
justru berasal dari pembuat aturan itu sendiri.
Kasus yang
menonjol adalah sepakbola. Kekisruhan pada organisasi induk sepakbola
PSSI yang dikhawatirkan akan menimbulkan polemik ternyata benar-benar
terjadi.
Kisruh tim Jambi dan Jawa Barat yang memiliki tim ganda,
serta polemik antara tim Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan yang
merasa lebih berhak tampil di PON adalah bentuk ketidakmampuan KONI
menyelesaikan masalah sebelum PON dilangsungkan.
Pada PON Riau
2012, PSSI merasa dikerjai KONI. PSSI kemudian mengambil sikap menarik
wasitnya dan seluruh perlengkapan pertandingan. KONI tidak ambil pusing,
karena kubu PSSI tandingan sudah siap melanjutkan penyelenggaraan
pertandingan sepakbola.
Kasus KONI kontra PSSI belum selesai. Usai PON ini, KONI dipastikan akan disibuki urusan hukum PSSI.
Kisruh
sepakbola ternyata tidak berhenti di situ. Giliran tim Jawa Timur pula
yang memprotes KONI. Menurut Jatim, Jabar semestinya didiskualifikasi
dari PON karena tidak mengikuti keputusan Dewan Hakim.
Menurut Tim
Hukum sepakbola Jatim, Ma'ruf Syah, Keputusan Dewan Hakim PON Riau,
hanya membolehkan kesebelasan Jabar berlaga apabila berada dibawah
asuhan manajer Tonny Apriliani (poin 3). Bila putusan itu dilanggar, tim
Jabar harus didiskualifikasi (poin 4).
Ternyata di lapangan,
manajer tim Jabar bukanlah Tonny Apriliani, melainkan Dandan. Jatim
merasa, ketentuan Dewan Hakim harus ditegakkan. Jabar harus
didiskualifikasi. Apalagi, ternyata Jatim tidak lolos ke enam besar,
karena kalah selisih gol dengan Jawa Barat.
Protes Jatim tidak
ditanggapi karena Ketua Umum KONI Tono Suratman dalam surat No
307/UMM/IX/2002 memerintahkan Panitia Pelaksana untuk tetap menerima
hasil tim sepakbola Jabar. Dalam artian, putusan Dewan Hakim tidak
dijalankan.
Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf pun mengadu
kepada Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malaranggeng, namun tim Jabar
tetap tidak didiskualifikasi, meski melanggar SK Dewan Wasit.
Pelaksana
Tugas Ketua Umum KONI Jatim, Erlangga Satriagung mengungkapkan, protes
bukan semata agar tim sepakbola Jatim lolos ke Enam Besar. Hal itu
ditujukan agar penegakan hukum penyelenggaraan PON dapat dilaksanakan
lebih baik.
Tono Suratman bergeming dengan keputusannya. Dalam
jurnal resmi PB PON Riau 2012 edisi Jumat (14/9)/2012, Tono menyebutkan
berhak menganulir keputusan Dewan Hakim.
"Saya yang membentuk Dewan Hakim, jadi saya boleh intervensi," ujarnya seperti dikutip dalam jurnal itu.
Timbul
pertanyaan, apakah karena Ketua KONI yang membentuk Dewan Hakim,
berhak menganulir keputusan Dewan Hakim yang dibentuknya? Bukankah
keputusan Dewan Hakim bersifat independen dan tidak dapat dianulir?
Bahkan oleh pembentuknya sendiri?
Kasus ini dapat dianalogikan
dengan Presiden dan Mahkamah Agung. Presiden membuat SK pengangkatan
Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI. Lantas, apakah Presiden dapat
membatalkan keputusan Kasasi Mahkamah Agung? Kalau SK Ketua KONI memang
dapat membatalkan keputusan Dewan Hakim, apakah berarti kekuasaan Ketua
KONI lebih besar daripada Presiden?
Masalah klasik
Masih
ada masalah klasik dalam setiap penyelenggaraan PON, yakni kepindahan
atlet. Saling klaim daerah sebagai pemilik atlet yang sah selalu muncul
dan celakanya terjadi pada detik-detik terakhir menjelang pertandingan.
Masalah itu tentunya akan berimbas pada prestasi atlet.
Hampir
dapat dipastikan, konsentrasi atlet untuk bertanding akan terganggu dan
tidak mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya. Persoalan kepindahan atlet
sebenarnya sudah diatur secara tegas lewat Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga KONI.
KONI sudah membentuk badan keabsahan atlet dan
ada pula mekanisme hukum menyelesaikan sengketa, lewat Badan Arbitrase
Olahraga Republik Indonesia (BAORI).
Kasus Nanang R Hidayat, atlet
aeromodeling yang disengketakan antara Sumatra Selatan dan Banten,
adalah salah satu contoh masalah klasik itu.
Menurut Ade Chaniago,
manajer tim aeromodeling Sumsel, Nanang sudah sah sebagai atlet Sumsel
karena sampai pelaksanaan pertemuan delegasi teknis tanggal 3 sampai 4
September 2012, tidak ada protes resmi dari Banten. Namun saat menjelang
pertandingan, Banten protes dan pertandingan harus dihentikan.
Dewan
Hakim akhirnya menganulir keabsahan Nanang dan menyatakan tidak berhak
berlaga atas nama Sumsel. Ade jelas meradang, karena sesuai Surat
Keputusan KONI Nomor : 73 Tahun 2010 Bab VI ayat 4c, tentang syarat
keabsahan atlet, protes harus disampaikan secara tertulis dan terkait
dengan status atlet, maka selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum
PON sudah harus selesai dan tidak ada lagi protes.
"Mengapa SK
KONI itu tidak dipatuhi. Banten protes pada saat pertandingan berjalan,
bukan 10 hari sebelum PON seperti aturan KONI. Dewan Hakim mengambil
keputusan hanya beberapa detik menjelang pertandingan. Kalau niatnya
ingin menegakkan aturan, mengapa dilakukan dengan cara melanggar aturan
juga. Keputusan itu merugikan atlet kami," tandas Ade.
Menurut
Ade, akibat kisruh itu, Nanang menjadi stres berat. Atlet aeromodeling
yang biasanya menjadi langganan juara di nomornya itu tidak mendapat
medali apapun.
Masalah sama juga dialami Rina Dewi Puspita Sari,
yang kini membela DKI Jakarta. Jatim protes, perpindahan Rina dianggap
tidak sah. Pertandingan panahan sempat diundur enam jam karena protes
Jatim itu. Akhirnya Dewan Hakim membuat keputusan, Rina boleh mewakili
DKI Jakarta, asalkan membayar uang kompensasi sebesar Rp 300 juta.
Rina akhirnya dapat bertanding, namun dia hanya mampu meraih perunggu. Konsentrasinya untuk bertanding telah terganggu protes.
Ngatino,
Ketua Bidang Hukum KONI DKI Jakarta mengungkapkan, penyelesaian kasus
Rina adalah bentuk penyalahgunaan wewenang Dewan Hakim.
"Multieven
apapun, yang namanya Dewan Hakim itu hanya mengurusi masalah
pertandingan. Masalah keabsahan atlet sepenuhnya urusan Badan Keabsahan
KONI dan ada lembaga hukum BAORI untuk menyelesaikan sengketa keabsahan.
Untuk apa KONI membentuk badan keabsahan, kalau keputusan badan itu
ternyata tidak berlaku?" tanya Ngatino, mantan Ketua Bidang Organisasi
pada era KONI dipimpin Rita Subowo.
Melihat banyaknya masalah di
luar pertandingan, alangkah baiknya apabila Menteri Pemuda dan Olahraga
Andi Malaranggeng mengingatkan KONI agar menegakkan aturan baku
olahraga, tanpa melanggar aturan yang dibuatnya sendiri.
Harap
diingat, campur tangan pemerintah bukanlah intervensi. Pasal 13 ayat (1)
UU No3/2005 tentang Olahraga menyebutkan, pemerintah mempunyai
kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan
mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.
Artikel Terbaru :
Harga Hardisk Eksternal 2 TB
Harga Hardsik Eksternal 4 TB
Harga Hardisk Eksternal 3 TB